Dokter Anak – Di era serba digital seperti sekarang, layar menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari—terutama bagi orang dewasa. Tapi tahukah Anda bahwa membiarkan bayi atau balita di bawah usia dua tahun menatap layar, entah itu ponsel, tablet, atau televisi, bisa menjadi ancaman besar bagi tumbuh kembang otaknya? Ini bukan sekadar anjuran klise dari para dokter anak. Ini fakta ilmiah yang mengerikan, namun sering diabaikan.
Anak-anak usia dini sedang berada dalam fase krusial perkembangan otak. Di usia ini, koneksi saraf di otak mereka berkembang dengan sangat cepat, dan hal ini di tentukan oleh stimulasi yang mereka dapatkan dari lingkungan. Masalahnya? Layar tidak menyediakan stimulasi yang di butuhkan. Sebaliknya, screen time bisa membuat perkembangan otak anak berjalan ke arah yang salah.
Apa yang Terjadi di Otak Anak Saat Menatap Layar?
Begitu seorang anak di bawah dua tahun menatap layar, otaknya tidak bekerja sebagaimana mestinya. Tidak ada interaksi dua arah, tidak ada sentuhan, tidak ada emosi manusia yang bisa di rasakan langsung. Yang terjadi hanyalah stimulasi visual dan audio yang bersifat pasif. Ini seperti menaruh otak anak di dalam mode “standby”.
Beberapa studi menunjukkan bahwa paparan screen time di usia dini bisa mengganggu perkembangan area otak yang berkaitan dengan bahasa, perhatian, dan kemampuan sosial. Anak-anak ini cenderung mengalami keterlambatan bicara, kesulitan fokus, bahkan gangguan tidur karena ritme sirkadian mereka terganggu oleh cahaya biru dari layar.
Mengapa Orang Tua Tetap Memberikannya?
Satu alasan utama: kenyamanan. Di tengah kelelahan mengurus rumah, pekerjaan, dan anak-anak, layar sering di jadikan “penyelamat instan”. Anak diam, tenang, tidak rewel. Tapi di balik ketenangan itu, ada risiko besar yang mengintai.
Bayangkan ini: Anda memilih ketenangan beberapa menit dengan mengorbankan kualitas otak anak Anda dalam jangka panjang. Apakah benar-benar sepadan?
Orang tua kadang menganggap bahwa video edukatif atau aplikasi khusus anak tidak membahayakan. Tapi faktanya, otak bayi tidak bisa membedakan konten edukatif atau tidak—karena yang di butuhkan bukan konten, melainkan pengalaman nyata: bermain, bersosialisasi, menyentuh benda, melihat ekspresi wajah manusia, merasakan pelukan.
Rekomendasi Tegas dari Dokter Anak
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sudah memperingatkan: anak usia di bawah dua tahun seharusnya nol screen time. Bukan di kurangi, tapi nol. Tidak ada kompromi.
Dokter anak juga menjelaskan bahwa efek negatif dari screen time tidak hanya pada perkembangan otak, tapi juga berdampak pada emosi dan perilaku anak di masa depan. Anak yang sejak kecil di biasakan melihat layar lebih rentan terhadap kecanduan gawai, gangguan emosi, bahkan masalah kesehatan seperti obesitas.
Apa yang Bisa Di lakukan Orang Tua?
Alih-alih memberikan layar, berikan anak pengalaman nyata. Ajak bermain dengan mainan sederhana, berbicara langsung, bernyanyi, membaca buku cerita dengan ekspresi wajah yang menarik. Semua ini menciptakan koneksi emosional dan stimulasi otak yang jauh lebih sehat di banding layar mana pun.
Baca juga: https://jogjavwfestival.com/
Anak tidak butuh layar. Anak butuh Anda.
Jika Anda benar-benar peduli dengan masa depan anak, maka langkah pertama yang harus di ambil adalah tegas terhadap screen time. Jangan sampai kesalahan kecil hari ini menghancurkan potensi besar anak Anda di masa depan.